Menangani Konflik Perusahaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
MAKALAH
MENANGANI KONFLIK PERUSAHAAN
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Mata
Kuliah : Perilaku
Organisasi
Dibuat
oleh:
Abu
Tholib (12311099)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2013
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia dengan judul ” Menangani Konflik Perusahaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”
Kami
memilih judul tersebut dengan maksud agar para pembaca, masyarakat
umum serta mahasiswa
pada khususnya agar dapat memahami dan mengetahui
tentang cara menyikapi dan menangani konflik perusahaan.
Selanjutnya
pada kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan terimakasih
kepada :
- Feri Hadi Kurniawan. SE. M. M yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami sehingga terwujudnya makalah ini.
- Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
Kami
sadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami mohon ma’af serta
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya
dengan iringan do’a yang tulus ikhlas semoga makalah
ini dapat bermanfa’at bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Penulis,
27
November 2013
Kelompok
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah pemberhentian merupakan yang paling
sensitif di dalam dunia ketenaga
kerjaan dan perlu mendapat
perhatian yang serius dari semua pihak, termasuk oleh manajer sumber
daya manusia, karena memerlukan modal atau dana pada waktu penarikan
maupun pada waktu karyawan tersebut berhenti. Pada waktu penarikan
karyawan, pimpinan perusahaan banyak mengeluarkan dana untuk
pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan, sehingga karyawan
tersebut betul-betul merasa ditempatnya sendiri dan mengerahkan
tenaganya untuk kepentingan tujuan dan sasaran perusahaan dan
karyawan itu sendiri. Demikian juga pada waktu karyawan tersebut
berhenti atau adanya pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan,
perusahaan mengeluarkan dana untuk pensiun atau pesangon atau
tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian.
Di samping masalah dana yang mendapat
perhatian, juga yang tak kurang pentingnya adalah sebab musabab
karyawan itu berhenti atau diberhentikan. Berbagai alasan atau sebab
karyawan itu berhenti, ada yang didasarkan pemberhentian sendiri,
tapi ada juga atas alasan karena peraturan yang sudah tidak
memungkinkan lagi karyawan tersebut meneruskan pekerjaannya.
Akibatnya dari pemberhentian berpengaruh besar terhadap pengusaha
maupun karyawan. Untuk karyawan dengan diberhentikannya dari
perusahaan atau berhenti dari pekerjaan, berarti karyawan tersebut
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan
dan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya
manusia harus sudah dapat memperhitungkan berapa jumlah uang yang
seharusnya diterima oleh karyawan yang berhenti, agar karyawan
tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dapat
dianggap cukup.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang ada, maka permasalahan yang akan dibahas antara
lain:
- Apa pengertian pemberhentian ?
- Apa saja jenis- jenis PHK ?
- Bagaimana peroses pemberhentian ?
- Bagaiamana penyelesaian perselisihan PHK ?
- Bagaimana contoh kasus PHK Karyawan?
- Bagaimana solusi untuk mengatasinya?
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
- Untuk mengetahui pengertian pemberhentian
- Untuk mengetahui jenis- jenis PHK
- Untuk mengetahui peroses pemberhentian
- Untuk mengetahui penyelesaian perselisihan PHK
- Untuk mengetahui kasus PHK Karyawan
- Untuk mengetahui solusinya.
Manfaat
- untuk mengetahui bagaimana dan juga mengetahui lebih jauh mengenai peranan pimpinan dalam mengelola konflik organisasi.
- untuk mengetahui sikap dan tindakan serta untuk mengetahui bagaimana kebijakan serta proses pengambilan keputusan dari Pimpinan Perusahaan. Sehingga dapat menjadi ilmu dan pengetahuan labih dari apa yang sudah didapat.
Metode Penulisan
Penulis
memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan
makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku,
tetapi juga dari media media lain seperti e-book, web, blog, dan
perangkat media massa yang diambil dari internet.
Sistematika Penulisan
Dalam
penulisan laporan ini penulis mencantumkan sistematika penulisan
yang
terdiri dari empat
bab yaitu antara lain :
BAB
I : PENDAHULUAN
Didalam
bab pendahuluan ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB
II : KAJIAN PUSTAKA
Didalam
bab ini dijelaskan tentang landasan teori, pendapat serta peran serta
media.
BAB
III
: PEMBAHASAN
Dalam
bab ini diuraikan sacara teoris mengenai pembahasan yang berhubungan
dengan materi yang dibahas secara keseluruhan.
BAB
IV
: PENUTUP
Dalam
bab ini merupakan bab terakhir yng terdiri dari beberapa kesimpulan
dan saran yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pemberhentian
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003
mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan
pengusaha. Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian
adalah pemutusan hubungan kerjas seseorang karyawan dengan suatu
organisasi perusahaan.
Istilah pemberhentian juga mempunyai arti
yang sama dengan separation yaitu pemisahan. Pemberhentian juga bisa
berarti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan dari suatu organisasi
perusahaan. Pemberhentian yang dilakukan oleh perusahaan harus
berdasarkan dengan Undang – undang No 12 Tahun 1964 KUHP dan seijin
P4D atau P4P atau seijin keputusan pengadilan. Pemberhentian juga
harus memperhatikan pasal 1603 ayat 1 KUHP yaitu mengenai “tenggang
waktu dan ijin pemberhentian”. Perusahaan yang melakukan
pemberhentian akan mengalami kerugian karena karyawan yang
diberhentikan membawa biaya penarikan, seleksi, pelatihan dan proses
produksi berhenti. Pemberhentian yang dilakuakn oleh perusahaan juga
harus dengan baik – baik, mengingat saat karyawan tersebut masuk
juga diterima baik – baik. Dampak pemberhentian bagi karyawan yang
diberhentikan yaitu dampak secara psikologis dan dampak secara
biologis.
Pemberhentian yang berdasarkan pada Undang
–undang 12 tahun 1964 KUHP, harus berperikemanusiaan dan menghargai
pengabdian yang diberikannya kepada perusahaan misalnya memberikan
uang pension atau pesangon. Pemberhentian juga dapat diartikan
sebagai pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan organisasi
perusahaan. Dengan pemberhentian dilakukan berarti karyawan tersebut
sudah tidak ada ikatan lagi dengan perusahaan (Drs. Malayu Hasibuan,
Manajemen Sumber Daya Manusia,2001). Pemutusan hubungan kerja
merupakan fungsi terakhir manajer sumberdaya manusia yang dapat
didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alas an, sehingga
berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka (Mutiara Sibarani
Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2004).
Jenis-Jenis PHK
- PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Dalam kondisi normal,
pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan yang
sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran
sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan
maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi
atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak
terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja
seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketika
seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa
pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan
segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan
tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian
memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk melepaskan jabatan
yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika
seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak
memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera
untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan
susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa pensiun dengan
perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya
selama ini.
Selain itu ada juga
karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat mengajukan
pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa
paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri,
seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan
lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat :
- mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya
- tidak ada ikatan dinas
- tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang
perusahaan memaksa karyawannya untuk mengundurkan diri. Namun dalam
prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak perusahaan.
Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini
merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu
sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain perusahaan tidak
perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila perusahaan harus
melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan
juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.
Karyawan yang mengajukan
pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang
masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai
Pasal 156 (4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain
lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat
antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah karyawan yang
mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan
masa kerja.
- PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu
perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan beroperasi
dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins,
1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun
tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa perusahaan
melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga
kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara
lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih
banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan
nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran suatu
produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual barang
yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang
demikian akan mempersulit suatu perusahaan mempertahankan
kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan
tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus
pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988)
mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan
beberapa pengertian, yaitu :
- Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
- Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
- Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
- Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.
Karyawan yang mengalami
jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan mengalami
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan
lain. Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah
pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua
pihak.Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku
karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak
manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang
diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau
dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi perusahaan,
dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
- Proses Pemberhentian
Jika pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindari, maka cara yang ditempuh diatur dalam Undang-Undang No. 12
Tahun 1964. pengusaha yang ingin memutuskan hubungan kerja dengan
pekerjanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari P4D untuk
pemutusan hubungan terhadap sembilan karyawan atau kurang, dan izin
dari P4P untuk pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang
jumlahnya sepuluh orang ke atas. Selama izin belum diberikan
pemutusan hubungan kerja belum sah maka kedua belah pihak harus
menjalankan kewajibannya.
Pemberhentian karyawan hendaknya
berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada agar tidak
menimbulkan masalah, dan dilakukan dengan cara sebaik-baiknya,
sebagaimana pada saat mereka diterima sebagai karyawan. Dengan
demikian, hubungan antara perusahaan dan mantan karyawan tetap
terjalin dengan baik. Akan tetapi pada kenyataanya sering terjadi
pemberhentian dengan pemecatan, karena konflik yang tidak dapat
diatasi lagi, yang seharusnya pemecatan karyawan harus berdasar
kepada peraturan dan perundang-undangan karena setiap karyawan
mendapat perlindungan hukum sesuai dengan statusnya. Berikut adalah
prosedur/proses pemecatan karyawan:
- Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan
- Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4D
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4P
- Pemutusan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri
Bagi pemutusan hubungan kerja yang bersifat
massal yang disebabkan keadaan perusahaan, maka sebelum pemutusan
hubungan kerja pengusaha harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi.
Upaya peningkatan efisiensi yang biasa digunakan adalah dengan:
- Mengurangi shift kerja
- Menghapuskan kerja lembur
- Mengurangi jam kerja
- Mempercepat pension
- Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang
sifatnya kehendak perusahaan, kehendak karyawan maupun karena
undang-undang harus betul-betul didasarkan kepada peraturan, jangan
sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan suatu konflik suatu
konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah pihak,
baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun
bebera cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
- Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk memberhentikan dari pekerjaannya perlu ditempuh terlebih dahulu:
- Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
- Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
- Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin legih dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.
- bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan diatur atas sesui dengan paraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.
Perselisihan PHK
termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar
serikat karyawan. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK,
dan besaran kompensasi atas PHK.
Penyelesaian Perselisihan Phk
Penyelesaian
konflik antar buruh dengan majikan berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan
hubungan industrial :
a.
bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;
b.
bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan
industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga
diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah;
c.
bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang
Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b,
dan c perlu ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
Terhadap
hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan
hubungan industrial ini dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Berikut di bawah ini penjelasan
lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang dapat dilakukan:
- Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase;
- Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama;
- Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undang-undang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan kedalam perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan industrial;
- Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh menteri;
- Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat bukti-bukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus PHK Karyawan
Setiap individu
memiliki kewajiban dan hak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai
manusia yang dituntut untuk mengolah dan menata kehidupan yang
bermartabat dan layak. Maka dalam hal ini bahwa setiap individu untuk
selalu menjalankan aktifitas dengan bekerja pada berbagai sektor
kehidupan, dan salah satunya adalah bekerja sebagai karyawan
buruh.Menjadi persoalan besar pada kondisi negara kita yang kini
terpuruk, di tengah-tengah krisis ekonomi yang semakin sulit,
pengangguran dimana-mana, sulitnya lapangan kerja lebih diperparah
lagi dengan menjamurnya pemutusan hubungan kerja dan
kebijakan-kebijakan yang sering kali bertentangan dengan
Undang-undang, masalah ini telah menjadi budaya dikalangan
Perusahaan. Menjadi fakta bagi karyawan buruh sebuah
perusahaan
yang telah bekerja puluhan tahun menggantungkan nasibnya akan tetapi
telah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebuah
perusahaan
terjadi krisis keuangan dan perusahaan akan failed, sehingga mau
tidak mau perusahaan tersebut harus mem-PHK sebagian karyawanya demi
menekan pengeluaran perusahaan menjadi seminim mungkin. PHK ini
mengakibatkan ratusan
karyawan kehilangan pekerjaan.
Hal tersebut tentu saja tidak bisa diterima oleh pihak pekerja dengan
begitu saja, keputusan tersebut dapat dilaksanakan apabila telah
memenuhi kesepakatan berdasarkan penetapan yang telah ada. Pihak
perusahaan melakukan PHK massal tanpa memberikan uang pesangon kepada
pekerjanya, hal tersebut yang membuat para pekerja menjadi geram.
Proses yang dilakukan
oleh
perusahaan
juga tidak prosedural karena tidak ada anjuran dari P4P seperti di
atur dalam UU tahun 1964 tentang PHK di atas 9 orang harus terlebih
dahulu melaporkan ke instansi (P4P).
Mengacu pada hal tersebut
maka
para karyawan tersebut mengadakan aksi demo atau unjuk rasa menentang
keputusan tersebut karena para karyawan merasa sangat membutuhkan
pekerjaan tersebut dan para karyawan juga berpikir bahwa sulit
mencari pekerjaan dijaman sekarang ini dengan persaingan yang begitu
ketat.
Adapun
terkait dengan aksi demo yang dilakukan oleh para serikat pekerja
adalah untuk meminta:
Dasar
Tuntutan
- Bahwa pekerja tetap tidak pernah minta di PHK. Akan tetapi apabila terjadi PHK massal maka para pekerja minta untuk dibayarkan dengan ketentuan normatif 5 kali sesuai dengan pasal 156 ayat 2,3 dan 4 UU No. 13 tahun 2003
- Bahwa Penggugat melakukan pemutusan hubungan kerja bertentangan dengan pasal 3 ayat (1) UU No. 12 tahun 1964 karena penggugat mem-PHK pekerja tidak mengajukan ijin kepada P4 Pusat
Solusi
Solusi yang dapat
diberikan terhadap kasus ini ialah, dengan melakukan perundingan
antara pihak pimpinan perusahaan dan para buruh yang akan di PHK.
Perundingan tersebut dilakukan dengan tujuan dapat memperoleh
keputusan yang optimal, yakni apabila tetap melakukan PHK maka para
buruh harus dipenuhi terlebih dahulu haknya seperti halnya uang
pesangon sisah mereka bekerja.
Namun apabila
keputusan untuk melakukan PHK dibatalkan maka tempatkan kembali para
buruh di posisi kerja mereka masing-masing dan berikan motivasi
kepada setipa pekerja agar dapat kembali bekerja secara maksimal agar
dapat memajukan perusahaan. Bentuk perubahan yang dapat dilakukan
yakni mengenai situasi kerja, sehingga dapat menumbuhkan motivasi
dalam diri setiap karyawan salah satunya seperti kultir organisasi
yang meliputi norma, nilai dan keyakinan bersama anggota perusahaan
untuk meningkatkan individu. Kultur yang mengembangkan rasa hormat
kepada karyawan, yang melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan
(Furtwengler, 2003).
Pimpinan
perusahaan
mengadakan pertemuan dengan perwakilan karyawan tersebut untuk
mencari solusi yang terbaik terhadap masalah ini. Setelah melalui
perdebatan panjang maka mereka sepakat untuk mencari pinjaman dana
dari bank demi menyelamatkan keuangan perusahaan. Dan bukan hanya itu
saja, para pegawaipun berjanji akan bekerja lebih giat lagi agar
kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan meningkatkan
kinerja dari perusahaan. Sehingga pada akhirnya keuangan
perusahaanpun dapat pulih kembali seperti semula sehingga perusahaan
berjalan dengan baik.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
PHK sebagai manifestasi pensiun yang
dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan
ancaman yang mencemaskan karyawan.Efisiensi yang diberlakukan oleh
perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan
posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara
struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar.
Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi
merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi
besar-besaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan.
Dari contoh
kasus
diatas menggambarkan bahwa untuk mengatasi suatu konflik tidak harus
dengan cara kekerasan melainkan dengan cara perdamaian yaitu dengan
melakukan perundingan untuk mencari solusi yang terbaik dalam
menghadapi suatu masalah.
Apabila masalah dihadapi dengan kekerasan maka hal itu bukan
memecahkan masalah melainkan malah hanya akan memperkeruh keadaan.
Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam
makalah ini adalah, hendaknya dalam melakukan Pemutusan hubungan
kerja harus sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku
di Indonesia agar tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
- Marbun, Ganda Putra. 2013. Kasus perselisihan antara pekerja buruh. (http://kata2bijakpolitik.blogspot.com, di unduh pada tanggal 27 November 2013).
- Marsel. 2011. Contoh makalah PHK. (http://marselinuserik.wordpress.com, di unduh pada tanggal 27 November 2013).
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus