Lingkungan Ekstern : Analisa Lingkungan, Industri dan Persaingan
MAKALAH
LINGKUNGAN
EKSTERNAL
: ANALISA LINGKUNGAN, INDUSTRI dan PERSAINGAN
Mata
Kuliah : Manajemen Strategik
Dosen
Pembimbing :
Dr.
Munir Rahman M, Si
Dibuat
oleh:
Abu
Tholib ( 12 311 099)
Desy
Riskawati ( 12 311 053)
Khusnul
Khotima ( 12 311 062)
Meylinda
Aviyani ( 12 311 063)
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GRESIK
2014
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Manajemen
Strategik dengan
judul ”Lingkungan
Ekstern : Analisa Lingkungan, Industri dan Persaingan”.
Kami
memilih judul tersebut dengan maksud agar para pembaca, masyarakat
umum serta mahasiswa
pada khususnya agar dapat memahami dan mengetahui
tentang Analisa
Lingkungan, Industri dan Persaingan.
Selanjutnya
pada kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan terimakasih
kepada :
- Dr. Munir Rahman M, Si yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami sehingga terwujudnya makalah ini.
- Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
Kami
sadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami mohon maaf serta
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya
dengan iringan do’a yang tulus ikhlas semoga makalah
ini dapat bermanfa’at bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Gresik,
17 Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam
menghadapi persaingan dalam dunia bisnis diperlukan suatu strategi
yang tepat guna memenangkan persaingan tersebut. Strategi di tingkat
operasional akan memegang kendali utama terlaksananya tujuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Memberikan perhatian kepada
lingkungan merupakan cara terbaik untuk merumuskan strategi yang akan
diterapkan guna menghadapi persaingan.
Lingkungan
Internal berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
perusahaan. Lingkungan eksternal adalah lingkungan umum serta
lingkungan industri di luar internal perusahaan yang merupakan suatu
peluang atau hambatan bagi perusahaan.
Lingkungan
tidak hanya semata-mata merefleksikan lingkungan ekologi, tetapi juga
menjelaskan gambaran keseluruhan terhadap kekuatan lingkungan
eksternal. Hal tersebut dapat berdampak pada aktivitas organisasi
dari segala aspek.
Rumusan Masalah
- Apa definisi lingkungan bisnis ?
- Bagaimana analisis terhadap lingkungan umum ?
- Apa pengaruh lima kekuatan terhadap probabilitas ?
- Bagaimana analisis pesaing, kluster dan konsep persaingan ?
Tujuan
- Untuk mengetahui arti lingkungan bisnis.
- Agar mengetahui analisis terhadap lingkungan umum.
- Agar mengetahui pengaruh lima kekuatan terhadap probabilitas.
- Untuk mengetahui pengaruh lima kekuatan terhadap probabilitas
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Lingkungan Bisnis
Lingkungan
bisnis adalah keseluruhan hal-hal atau keadaan ekstern badan usaha
atau industri yang mempengaruhi kegiatan organisasi atau kekuatan
atau institusi diluar organisasi bisnis yang dapat mempengaruhi
kinerja bisnis.
Dewasa
ini, terminologi “ lingkungan “ tidak hanya semata-mata
merefleksikan lingkungan ekologi, tetapi juga konsep umum yang
menjelaskan gambaran keseluruhan konsep terhadap kekuatan lingkungan
eksternal. Hal tersebut dapat berdampak pada aktifitas organisasi
dari segala aspek. Begitu halnya juga dengan istilah “bisnis”
yang membentuk tipe organisasi, apakah berbentuk perusahaan
berorientasi laba, badan pemerintah, atau pun lembaga nirlaba. Oleh
karena itu, istilah “lingkungan bisnis” memiliki arti yang luas
karena menunjukkan seluruh pengaruh eksternal terhadap organisasi.
Wilson (1992) mengemukakan bahwa lingkungan bisnis memiliki tiga
konsep yang luas
:
a.
Fakta
objektif realitas yang diukur dan didefinisikan.
b.
Fakta
subjektif merupakan karakteristik khusus tergantung dari
interprestasi dan
persepsi
individu.
c.
Pembagian
antara organisasi dan lingkungan tidak jelas, dan lingkungan tercipta
dan didefinisikan oleh individu.
Sangatlah
penting bagi seseorang yang menekuni bisnis, baik yang sedang
mempelajari bisnis maupun manager yang sudah berpengalaman, untuk
menganalisis lingkungan organisasinya dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
- Kaidah lingkungan bisnis secara fundamental berpengaruh terhadap aktifitas
bisnis,
misalnya terhadap pasar, teknologi dan tenaga kerja.
b.
Aktifitas
operasional seperti peluncuran produk baru, rekrutmen staf, dan
kajian teknologi manufaktur membutuhkan identifikasi faktor-faktor
lingkungan dan perusahaan dalam rangka untuk memastikan kesuksesan
bisnis.
c.
Laba dan
organisasi yang baik merupakan hal yang penting dalam kaitannya
dengan kondisi lingkungan.
d.
Rencana
stratejik harus turut mempertimbangkan kemungkinan adanya perubahan
dalam lingkungan bisnis.
Analisis Lingkungan Bisnis
PEST
yang merupakan kepanjangan dari Political,
Economic, Social,
dan Technology
merupakan
susunan kekuatan lingkungan yang mempengaruhi aktivitas bisnis.
Bahkan sebenarnya ada faktor kekuatan lingkungan lain, seperti Legal,
Ecological,
dan Competitive,
sehingga muncul istilah LE PEST C.
Analisis
PEST membantu seorang manajer perusahaan maupun pemimpin organisasi
untuk menyusun gambaran yang komprehensif dan logis mengenai
lingkungan mereka dari berbagai aspek. Misalnya Scania, sebuah
perusahaan truk multinasional dari Swedia, yang dipengaruhi oleh
lingkungan bisnisnya. Pada gilirannya, hal ini akan mengarahkan
bagaimana pengambilan keputusan strategik dan operasional perusahaan.
Beberapa determinan yang mempengaruhi, misalnya aspek desain truk
yang harus memenuhi standar Euro dan efisiensi bahan bakar. Sementara
faktor lainnya adalah fluktuasi dalam nilai kurs Swedia (Krona), yang
merupakan di luar kendali perusahaan tersebut.
Sementara
itu, alat analisis Dartboard dapat digunakan sebagai alat lingkungan
bisnis. Daft (1992) menggambarkan alat analisis Dartboard sebagai
konfigurasi posisi organisasi di tengah lingkungan delapan faktor
lingkungan. Kedelapan faktor tersebut adalah ekonomi, pemerintah,
sektor sosio-budaya, sektor internasional, sektor finansial, sektor
SDM, sektor pasar bahan baku industri, dan sektor teknologi. Tipologi
ini mirip dengan LE PEST C. Untuk tujuan analisis, Pearce dan
Robinson (2003) membagi lingkungan eksternal menjadi 3 kategori,
yaitu:
- Lingkungan terpencil (remote environment), seperti politik domestik dan global, serta faktor teknologi dan sosial.
- Lingkungan industri (environment industry) atau kekuatan kompetitif (competitive forces)
- Lingkungan operasi (operating environment), yang terdiri atas gabungan grup dari penyedia bahan baku dan konsumen
Model
Dartboard mencoba untuk menggambarkan lingkungan dan membantu untuk
mengidentifikasi dan memahami betapa kompleksnya kekuatan dan proses
lingkungan. Intinya adalah bagaimana para pembuat keputusan perlu
memantau seberapa jauh lingkungan eksternal – baik sektor
internasional, sosial budaya, pemerintah, ekonomi, tekologi, pasar
bahan baku industri, sumber daya manusia (SDM), dan finansial –
berpengaruh terhadap organisasi. Mengetahui dan mengantisipasi apa
yang terjadi dalam lingkungan eksternal memainkan peranan penting
dalam membentuk masa depan organisasi karena dapat menghambat atau
sebaliknya membuka pilihan strategik.
Karena
lingkungan eksternal terus berubah, para pembuat kebijakan dapat
memilih bagaimana merespons perubahan yang sering begitu cepat.
Berbagai studi memandang lingkungan organisasi dapat dikategorikan
menjadi dua perspektif
: (1)
sebagai sumber informasi; (2) sebagai sumber daya yang langka.
Lingkungan sebagai sumber informasi karena aspek utama yang dilihat
adalah ketidakpastian lingkungan, yang menimbulkan tingkat perubahan
dan kompleksitas lingkungan organisasi. Tingkat perubahan yang
terjadi bisa dinamis maupun stabil. Lingkungan organisasi yang
berubah dengan cepat disebut lingkungan yang dinamis. Namun bila
perubahan lingkungan yang terjadi bersifat minimal atau perlahan,
maka lingkungan tersebut adalah stabil. Misalnya, lingkungan industri
penyedia jasa internet jauh lebih dinamis daripada industri
pengilangan minyak.
Dalam
perspektif lingkungan sebagai sumber daya, lingkungan dipandang
sebagai sumber daya yang langka dan perlu, yang disebutkan oleh
banyak organisasi. Organisasi tergantung dengan lingkungan untuk
sumber daya ini. Tingkat ketergantungan sumber daya ditentukan oleh
sulit tidaknya memperoleh dan mengendalikan sumber daya.
Analisis Struktur Kekuatan Persaingan
Porter
(1985) mengajukan model lima kekuatan (five
forces model)
sebagai alat untuk menganalisis lingkungan persaingan industri.
Industri dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok perusahaan yang
memproduksi produk atau jasa yang sama atau barang pengganti yang
dekat (close
substitute).
Lima kekuatan persaingan tersebut adalah:
- Persaingan antar pesaing dalam industri yang sama (rivalry among competition).
- Ancaman untuk memasuki pasar bagi pendatang baru (threat of entry)
- Ancaman barang substitusi (threat of substitutions)
- Daya tawar pembeli (bargaining power of buyers)
- Daya tawar penjual (bargaining power of suppliers)
Masing-masing
faktor kekuatan persaingan akan dijelaskan secara rinci sebagai
berikut.
- Persaingan antar pesaing dalam industri yang sama
Menurut
Porter, faktor persaingan antar pesaing dalam industri yang sama
inilah yang menjadi sentral kekuatan persaingan. Misalnya, dalam
industri minuman, Coca-Cola bersaing dengan Pepsi, Teh Botol Sosro,
dan limun. Dalam industri telepon seluler, Nokia bersaing dengan
Samsung, Sony, Motorola.
Pertanyaannya,
seberapa sengit tingkat persaingan dalam suatu industri? Apakah
bersifat “saling mematikan” ataukah “sopan”? Semakin tinggi
tingkat persaingan antar perusahaan mengindikasikan semakin tinggi
pula profitabilitas industri, namun profitabilitas perusahaan mungkin
menurun. Intensitas persaingan ini tergantung pada beberapa faktor
berikut ini:
- Pertumbuhan industri
- Biaya tetap dan biaya penyimpanan
- Diferensiasi produk
- Identitas merek
- Biaya pengalihan ke barang lain
- Konsentrasi dan keseimbangan
- Informasi yang kompleks
- Keberagaman pesaing
- Halangan keluar
- Ancaman Masuknya Pendatang Baru
Sebuah
perusahaan tertarik untuk terjun ke dalam suatu industri bila
industri tersebut menawarkan keuntungan (return) yang tinggi.
Masuknya lion air dalam industry maskapai penerbangan Indonesia telah
mengguncang dominasi Garuda Indonesia Airways, sekaligus jugan
mengundang pendatang baru – Adam Air, Batavia Air, Air Asia- untuk
memasuki industry sana.
Secara
makro datangnya pemain baru akan membuat persaingan menjadi lebih
ketat dan akhirnya berujung pada turunnya laba yang diterima bagi
semua perusahaan. Dalam kasus industry rokok Indonesia, jumlah
perusahaan rokok sebanyak 191 pada tahun 1996, selama krisis ekonomi
meninngkat menjadi 206 .
Beberapa
factor yang mempengaruhi mudah atau sulitnya rintangan memasuki suatu
industry adalah :
- Skala Ekonomi
Skala
ekonomi adalah bertambahnya jumlah barang yang diproduksi dalam suatu
periode sehingga mengakibatkan biaya produksi per unit menjadi turun.
Skala ekonomi menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa
calon pendatang baru untuk masuk dengan skala yang besar atau
menerima kerugian dari segi biaya.
Skala
ekonomi juga dapat menjadi penghalang terhadap distribusi,
manufaktur, pemasaran, pendanaan, dan hampir terhadap bidang-bidang
lain dalam suatu perusahaan.
- Diferensiasi Produk
Diferensiasi
produk atau identifikasi merek dapat menciptakan hambatan dengan
memaksa pendatang baru untuk menghabiskan biaya yang besar guna
memenangkan loyalitas konsumen. Iklan, layanan konsumen, menjadi yang
pertama dalam industri tersebut, dan perbedaan produk merupakan
faktor-faktor yang dapat menumbuhklan identifikasi merek.
- Persyaratan Modal
Modal
diperlukan bukan hanya untuk fasilitas tetap melainkan juga untuk
memberikan kredit kepada pelanggan, membeli persedian, dan menyerap
kerugian selama tahun-tahun pertama.
Meskipun
perusahaan besar memiliki sumber daya keuangan untuk dapat
menginvansi hampir semua industri, persyaratan modal yang sangat
besar pada bidang-bidang tertentu dapat membatasi pendatang baru yang
mungkin masuk.
- Biaya peralihan pemasok
Biaya
peralihan pemasok adalah biaya yang harus dikeluarkan pembeli
bilamana berpindah dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok
lainnya.
- Akses ke saluran distribusi
Adanya
kebutuhan dari pendatang baru untuk mengamankan distribusi produknya
bilamana saluran distribusi untuk produk tersebut telah ditangani
oleh perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru harus mampu
membujuk saluran tersebut agar menerima produknya melalui cara-cara
penurunan harga, keja sama periklanan dan sebagainya yang tentu saja
berimplikasi terhadap turunnya laba. Makin terbatas saluran pedagang
besar dan pengecer untuk suatu produk dan makin banyak pesaing yang
mengikat saluran ini , jelas akan semakin berat usaha untuk masuk ke
dalam industri.
- Kebijakan pemerintah
Pemerintah
dapat membatasi atau bahkan menutup masuknya industry dengan
melakukan pengendalian dan pengawasan. Pemerintah juga dapat
memainkan peranan tidak langsung seperti standar polusi udara dan
peraturan keamanan.
- Ancaman Barang Subtitusi
Barang
subtitusi merupakan barang atau jasa yang dapat menggantikan produk
sejenis. Misalnya kartu American Express dapat digantikan oleh
traveller’s
cheque, chequebooks, dan
kartu kredit. Lebih jauh, ancaman barang subtitusi dapat dijelaskan
oleh factor-faktor berikut :
- Harga Relatif dalam kinerja barang subtitusi ( relative price performace of subtitues )
- Biaya mengalihkan ke produk lain ( switching cost )
- Kecenderungan pembeli untuk mensubstitusi ( buyer propensity to substitute )
- Daya Tawar Pembeli konsumen
Setidaknya
ada beberapa factor yang dapat meningkatkan kekuatan tawar pembeli.
Faktor tersebut antara lain :
- Pangsa pembeli yang besar.
- Biaya mengalihkan ke produk lain yang relative kecil.
- Banyaknya produk subtitusi ( daya tawar pembeli menjadi rendah jika tidak terdapat barang subtitusi, sehingga mau tidak mau pembeli hanya mempunyai satu pilihan produk).
- Tidak atau minimnya diferensiasi produk.
- Daya Tawar penyedian Input ( Pemasok )
Penyedia
input mempunyai daya tawar yang tinggi bila perusahaan tersebut
menjadi satu-satunya penyedia bahan baki bagi perusahaan lain yang
membutuhkan inputnya. Artinya, penyedia input memonopoli harga maupun
kuantitas barang. Berikut ini adalah beberapa factor yang
mempengaruhi kuat tidaknya kekuatan daya tawar penyedia input
(pemasok) :
- Industri pemasok didominasi hanya oleh sedikit perusahaan
- Produk pemasok hanya memiliki sedikit pengganti barang subtitusi
- Pembeli bukan merupakan pelanggan yang penting bagi pembeli
- Produk pemasok didiferensiasikan
- Produk pemasok memiliki biaya pengalihan yang tinggi
- Pemasok memiliki ancaman integrasi ke depan yang kuat
Kluster Dan Konsep Persaingan Terkini
Dewasa
ini, perusahaan-perusahaan di dunia dapat memperoleh sumber daya
baik dalam bentuk modal, barang, informasi, dan teknologi dari
berbagai belahan dunia. Bahkan dalam era internet saat ini, cukup
dengan meng-klik mouse, perusahaan mampu memesan produk yang
diinginkan dari pabrik lain yang lokasinya berjauhan. Kemajuan di
bidang komunikasi dan teknologi informasi seakan-akan membuat dunia
menjadi kecil. Informasi atau berita di Amerika dapat secara cepat
diakses oleh masyarakat Indonesia dalam hitungan detik melalui
Internet.
Timbullah
apa yang disebut dengan dunia tanpa batas,borderless word. Yang
menjadi pertanyaan adalah, jika memang lokasi sudah tidak ada lagi
menjadi masalah, lalu mengapa perusahaan dengan kinerja yang terbaik
pada umumnya di wilayah tertentu? Mengapa lokasi pengembangan
teknologi informasi seperti Intel Corp dan Cisco system tepusat di
silicon Valley, industry film di Hollywood, industry otomotif di
Detroid? Mengapa UKM ( Usaha Kecil Dan Menengah ) keramik di
Yogyakarta mengelompok di sentra industry kasongan, sedang kerajinan
kayu dan mebel secara geografis terpusat di jepara? Kita akan
membahasnya sebentar lagi.
- Kluster dan Kompetisi Global
Dengan
berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan, termasuk teknologi informasi
yang maju begitu pesatnya, berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan, akibatnya kompetisi dewasa ini menjadi begitu ketat dan
dinamis. Menurut Porter (1998), peta ekonomi dunia saat ini di
dominasi oleh kluster ( cluster ), yaitu konsentrasi geografis dari
perusahaan dan institusi yang saling berkaitan dalam suatu bidang
tertentu. Kluster mencapkup susunan dari industry yang yang berkaitan
dengan entitas lainnya yang penting dalam kompetisi. Misalnya kluster
California wine di Amerika Serikat. Entitas pendukung yang ekstensif
meliputi pemasok stok anggur, perlengkapan irigrasi dan panen,
teknologi irigrasi, fasilitas proses wineries, institusi pendidikan,
penelitian, dan perdagangan, sampai kluster turisme, dan kluste
makanan.
Proses
kluster (clustering) merupakan sebuah cirri yang menonjol dari
industry-industri manufaktur, tidak peduli maupun IBM ( Industri
Besar dan Menengah ) atau IKRT ( Industri Kecil dan Rumah Tangga ).
Kluster
(cluster)
secara umum di definisikan sebagai konsentrasi
geografis dari subsector-subsektor manufaktur yang sama . yang
muncul dari studi literature jaringan yang sebagian besar merupakan
usaha kecil rumah tangga, yang mengelompok secara spasial. Dalam
literatur, jaringan (network) seperti ini disebut sebagai kawasan
industry (
industrial
district) ‘’ District
‘’ atau ‘’kawasan/daerah’’ menjadi focus studi tentang
bagaimana dan di mana industry-industri berlokasi dan mengelompok.
Alfred
Marshal merupakan ekonom yang pertama yang meneliti tentang
kecenderungan jenis industry tertentu untuk berlokasi di
daerah-daerah tertentu di inggris, Jerman dan Negara-negara lain
(Becattini, 1990; Bellandi, 1989). Marshall mendefinisikan industrial
district sebagai
suatu kluster produksi yang terspesialisasikan secara geografis
(Marshall, 1919). Kluster tersebut mewakili daerah industry
“tradisional” atau di daerah industry ala Marshall”
(Marshallian
industrial districts), yang
umumnya ditemukan di daerah pedesaan dan company
touwns.
Literatur
terkini tentang kluster mengidentifikasikan bahwa jenis baru kluster
industry telah muncul. Teori mengenai kluster industry baru (untuk
selanjutnya disebut NID, new
Industrial District) yang
berciri perusahaan-perusahaan yang terspesialisasikan dan fleksibel,
termasuk bentuk prototype seperti daerah Emilia-Romagna di Italia
atau Lembah Silicon di Amerika Serikat (AS), mengindikasikan
perubahan dinamika kluster industry.
Markusen, sebagai contoh, berdasarkan survey pertumbuhan kota-kota
metropolitan AS antara 1970-1990, memperkenalkan paling tidak ada
tiga jenis tambahan kluster industry , yaitu hub-and-spoke
district, satellite industrial platform district, dan state-centered
district
( Markusen, 1996 ) . Literatur terkini juga berpendapat
bahwa penghematan eksternal yang digambarkan oleh marshall tidak
memadai untuk menjelaskan perkembangan kluster . Teori kluster
industry yang tradisional mengabaikan kerja sama antara IBM dan IKRT,
menilai kisah sukses kluster IKRT terlalu tinggi, dan menilai terlalu
rendah kekuatan perusahaan-perusahaan besar, dan gagal dalam
membedakan tahap-tahap industrialisasi awal dan lanjut (Schmitz &
Nadvi, 1999: 1504-7 ).
Kontribusi
Tingkatan
Geografis
dalam
Kompetisi
Global
Bagaimanakah
kluster mampu mempengaruhi komptisi global? Setidaknya ada tiga
factor yang berpengaruh, yaitu : pertama,
peningkatan
produktivitas perusahaan-perusahaan dalam wilayah tertentu, kluster
mendorong arah dan langkah inovasi ; dan ketiga,
menciptakan stimulus untuk penciptaan formasi bentuk bisnis baru yang
pada gilirannya akan memperkuat kluster sendiri (Porter, 1998).
Seperti yang di katakan oleh Ohmae bahwa dalam dunia tanpa batas,
daerah (region states) akan menggantikan Negara bangsa (nation
states) sebagai pintu gerbang memasuki perekonomian global (Ohmae,
1995) .
porter
menekankan pentingnya peranan teknologi, strategi/organisasi, dan
geografi ekonomi dalam proses inovasi dan upaya menjaga keunggulan
kompetitif perusahaan secara berkelanjutan (Porter&Sovell, 1998).
Lebih lanjut, Porter (1990)mempertanyakan peran Negara sebagai unit
analisis yang relevan dengan mengatakan bahwa, “ para pesaing di
banyak Industri, dan bahkan seluruh kluster industry, yang suskses
pada skala internasional, ternyata seringkali berlokasi di suatu kota
atau di beberapa daerah dalam suatu Negara”.
- Kluster Industri di Indonesia
Di
Indonesia, pertumbuhan IBM (Industri besar dan menengah) yang sangat
cepat sejak tahun 19970-an melampaui pertumbuhan IKRT (Industri kecil
dan Rumah Tangga) yang relative tersendat-sendat . meski demikian,
IKRT telah memainkan peranan yang penting dalam menyediakan lapangan
kerja, meningkatkan jumlah perusahaan dan menopang pendapatan rumah
tangga . menurut BPS, industry besar adalah perusahaan dengan lebih
dari 99 pekerja, Industri menengah merupakan perusahaan dengan tenaga
kerja 20-99, industry kecil didefinisikan sebagai perusahaan
(establishment)
yang
mengkaryakan 5-19 pekerja, dan industry rumah tangga didefinisikan
sebagai perusahaan yang memperkerjakan kurang dari 5 pekerja.
Sebagaian besar usaha di Indonesia tergolong dalam kategori IKRT.
Hebatnya IKRT juga mampu menyerap mayoritas tenaga kerja dalam
perusahaan manufaktur di Indonesia.
Pulau
Jawa boleh dikatakan merupakan “ dan IBM di Indonesia. Melepas dari
perbedaan skala antara IKRT dan IBM, pada tahun 1996, proporsi IKRT
di pulau jawa adalah sekitar 75% dari total tenaga kerja, dan begitu
pula dalam nilai tambah . Meskipun lebih sedikit sumbangannya dalam
hal penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah dari pada IBM, peran
IkRT di jawa sangat mengagumkan dan tak bisa diabaikan. Dengan lebih
dari 161.000 perusahaan, IKRT di jawa mewakili sekitar 66% unit usaha
di seluruh Indonesia, jauh lebih tinggi daripada IBM yang terhitung
hanya sekitar 7%.
Pada
spasial IBM sangat terkonsentrasi di wilayah kota metropolitan utama
di jawa. Pada tahun 1996. IBM wilayah Greater
Jakarta
(Jabotabek) beserta Bandung da Greater
Surabaya,
terhitung lebih dari 65 % dan 71% dari total tenaga kerja dan Output
di
Jawa . Bukti ini dan seperti yang terlihat pada Peta 3.1 mengaskan
pola “dua kutub” (bipolar)
yang telah diamati oleh Hill (1990; 1996). Greater
Jakarta
dan Surabaya telah menjadi dua pusat IBM atau aglomerasi yang dominan
. Suburbanisasi industry di kawasan di Jabotabek, misalnya,serta
perkembangan transportasi dan komunikasi, memungkinkan perkembangan
industry menyebar dengan sangat cepat ke timur maupun ke barat
kabupaten Serang dan Karawang (Handerson, Kuncoro, & Nasution,
1996). Dalam kasus Jabotabek, perkembangan industry telah menyebar ke
daerah metropolitan lain, yang di sebut Greater
Bandung
( Dharmapatni & Firman , 1995). Kita dapat menyebut
wilayah jni sebagai koridor Greater
Jakarta
– Bandung, yang kemungkinan akan membentuk jaringan kota ( Network
cities). Pola
serupa juga terjadi di Greater
Surabaya,
di mana perkembangan industry menyebar dengan cepat ke barat dan
selatan ke Kabupaten Kediri dan Kota Malang. IBM terkonsentrasi di
sepanjang koridor Jabotabek-Bandung di barat dan koridor
Surabaya-malang di timur.
Wilayah
kluster timur di luar metropolitan Jawa seperti yang terlihat pada
peta 3.1, ditemukan di Jawa Tengah, khususnya di sekitar Semarang ,
Surakarta dan Kudus. Walaupun jauh lebih kecil dibandingkan dengan
Jabotabek dan Surabaya, Semarang dan Surakarta mewakili dua pusat
industry utama di Jawa. Semarang dan Surakarta mempunyai kesamaan
struktur industry yang didominasi olej industry tekstil & pakaian
dan industry makanan, yang memperlihatkan peranan penting dilihat
dari jumlah tenaga kerja dan nilai tambah. Kudus, sebuah Company
Town Di
sebelah timur laut semarang, selama abad ke-20 dikenal sebagai pusat
industry rokok keretek nasional (Castles, 1997). Aktivitas industry
rokok ini terbukti memberikan kontribusi yang besar tidak hanya pada
tenaga kerja dan nilai tambah, tapi juga pada Produksi Domestik
Regional Bruto kota Kudus, pemain utama dalam kluster IBM di Kudus
adalah dua perusahaan rokok raksasa, yaitu Sukun dan Djarum . Perlu
dicatat, pada tahun 1999, Djarum telah menempatkan diri pada posisi
ke-7 dalam daftar 200 perusahaan top Asia.
Dibandingkan
dengan pola spasial IBM yang sangat biasa terhadap wilayah
metropolitan, IKRT mempunyai pola multi-lokasi
. Beberapa
pola yang mencolok dapat diindentifikasi sebagai berikut. Pertama,
IKRT
tidak memupnyai pola bipolar
dan
tidak ada dominasi wilayah metropolitan. IKRT di Jabotabek, bersama
dengan Greater
Bandung
dan Greater
Surabaya,
masing-masing terhitung hanya mempunyai pangsa 32%, 37% dan 17% dalam
hal tenaga kerja, nilai produksi, dan jumlah perusahaan di Jawa.
Konsentrasi spasial di wilayah metropolitan Jawa kurang begitu jelas
dalam kasus IKRT, meskipun terliht ada beberapa “tumpang tindih”
secara spasial antara IBM dan IKRT di wilayah tersebut. Hal ini akan
di bahas lebih lanjut pada bagian berikutnya, khususnya dengan
mengacu pada isu keterkaitan anata perusahaan. Di wilayah Jabotabek,
misalnya, penemuan ini memperkuat bukti yang dikemukakan oleh Van
Diermen (1997;106-8), yang menyatakan bahwa lokasi IKRT dab IBM
ditemukan terbatas 3 kabupaten di Jakarta Barat, Jakarta timur, dan
Bekasi.
Kedua,
di
luar wilayah metropolitan Jawa, banyak IKRT terkonsentrasi secara
spasial di kota-kota kecil , terutama di wilayah pesisir pantai.
Menunjukan bahwa, IKRT mengelompok di kota-kota kecil dengan jumlah
penduduk kurang dari 1,5 juta. Kebanyakan kota-kota ini berada di
propinsi Jawa Tengah-Yogyakarta, terutama di sekitar koridor
Temanggung-Magelang, koridor Yogyakarta-Surakarta, koridor
Jepara-Pati dan wilayah pantai seperti Semarang, Tegal, Pekalongan
dan Cirebon. Kota-kota kecil ini dihubngkan dengan jaringan jalan
raya yang baik dan memiliki pelabuhan laut , yang memungkinkan
perusahaan-perusahaan yang terkait untuk meminimalkan biaya
transportasi. Sedangkan wilayah-wilayah pantai menawarkan
keuntungan-keuntungan lokasi, khususnya kota kecil yang tergantung
pada perdagangan (Rutz, 1987; 86). Hal ini juga menjelaskan mengapa
IKRT tidak tertarik ke dalam kota berukuran menengah dengan jumlah
penduduk berkisar antara 1,5 juta sampai 2,5 juta seperti Karawang
dan Cianjur di Jawa Barat, Cilacap dan Brebes di Jawa Tengah dan
Jember di Jawa Timur .
Ketiga,
menyoroti
pola umum IKRT terutama dominan di daerah pedesaan. Hal tersebut
ditunjukan oleh banyaknya kabupaten/kota yang dicetak “putih” di
seluruh pulau, yang mengindikasikan bahwa wilayah tersebut mempunyai
tenaga kerja IKRT kurang dari 1.300 . Pengamatan lebih rinci
menunjukan bahwa hampir separuh dari kabupaten/kota di Jawa, seperti
Ngawi dan Tulungagung-Trenggalek, mempunyai tenaga kerja IKRT kurang
dari 1.300, dengan mayoritas mempunyai tenaga kerja kurang dari 800
orang. Jika diperhatikan banyaknya jumlah perusahaan, sekitar 74%
IKRT dapat disebut sebagai industry pedesaan menghasilkan
produk-produk tradisional (seperti gula merah, kerajinan kayu,
alat-alat pertanian ) terutama untuk pasar local. Disisi lain, IBM
biasanya memainkan peranan yang tidak besar di wilyah pedesaan ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Lingkungan
bisnis adalah keseluruhan hal-hal atau keadaan ekstern badan usaha
atau industri yang mempengaruhi kegiatan organisasi atau kekuatan
atau institusi diluar organisasi bisnis yang dapat mempengaruhi
kinerja bisnis.
Analisis PEST membantu seorang
manajer perusahaan maupun pemimpin organisasi untuk menyusun gambaran
yang komprehensif dan logis mengenai lingkungan mereka dari berbagai
aspek.
Pada
gilirannya, hal ini akan mengarahkan bagaimana pengambilan keputusan
strategik dan operasional perusahaan.
Sementara
itu, alat analisis Dartboard dapat digunakan sebagai alat lingkungan
bisnis. Daft (1992) menggambarkan alat analisis Dartboard sebagai
konfigurasi posisi organisasi di tengah lingkungan delapan faktor
lingkungan.
Komentar
Posting Komentar