Artikel Program Sosialisasi Kepada Seluruh Lapisan Masyarakat Sebagai Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

PENDAHULUAN

Dalam dunia perpajakan, perkembangan yang terjadi meliputi tidak hanya dalam kuantitas dan kualitas sistem perpajakan, melainkan meliputi seluruh aspek dari sistem administrasi perpajakan. Dunia dahulu hanya mengenal sistem pembayaran pajak manual, dimana para petugas pajak mendatangi wajib pajak untuk menagih pajak bagi wajib pajak. Seiring dengan berjalannya waktu, dikembangkan pula model-model sistem pemungutan pajak yang lebih efektif, serta efisien dalam hal pemenuhan asas-asas perpajakannya.
Bila dahulu sistem pemungutan pajak hanya mengenal sistem Official Assesment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, maka seiring dengan waktu, untuk mencegah penghindaran pajak yang mungkin terjadi dengan pemberlakuan sistem tersebut, maka berkembang pula sistem pemungutan pajak lainnya, seperti halnya sistem Self Assesment dan sistem Withholding.Sejak dilakukannya reformasi perpajakan yang pertama (the first tax reform) pada tahun 1984, diharapkan penerimaan pajak sebagai sumber utama pembiayaan APBN dapat dipertahankan kesinambungannya. Selain sebagai sumber penerimaan (budgetair), pajak juga memiliki fungsi lain yaitu fungsi regulerend.
Berdasarkan sistem self assessment, wajib pajak memiliki hak yang tidak boleh diintervensi oleh pejabat pajak. Pejabat pajak hanya bersifat pasif dan wajib pajak bersifat aktif. Keaktifan wajib pajak adalah untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan menyetor jumlah pajak yang terutang. Pejabat pajak tidak terlibat dalam penentuan jumlah pajak yang terutang sebagai beban yang dipikul oleh wajib pajak, melainkan hanya mengarahkan cara (memberikan bimbingan) bagaimana wajib pajak memenuhi kewajiban dan menjalankan hak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan agar tidak terjadi pelanggaran hukum.
Kelebihan dari sistem self assesment yaitu wajib pajak dipercaya fiskus untuk menghitung,memperhitungkan,membayar,dan melaporkan sendiri pajak terutangnya, wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak, wajib pajak bersifat aktif,pemerintah dapat menghemat waktu,tenaga,dan biaya sehingga dapat dialihkan untuk aktivitas perpajakan atau pemerintahan lainnya,dan wajib pajak akan terdorong untuk memahami dengan baik sistem perpajakan yang berlaku. Apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya maka wajib pajak akan mendapatkan konsekuensi yang berat (denda bunga,kenaikan jumlah pajak terutang dan sandera pajak/gijzeling serta yang lebih berat yaitu pidana pajak), dan diharapkan dengan adanya sanksi tersebut wajib pajak akan memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakannya.
Kelemahan dari sistem ini yaitu sistem ini juga dapat memberikan biaya tambahan kepada wajib pajak karena WP lebih banyak mengorbankan waktu,usaha,dan biaya seperti untuk membayar jasa konsultan pajak,WP dihadapkan keterbatasan informasi mengenai perubahan perpu perpajakan yang berlaku,dan dalam pelaksanaannya sulit berjalan sesuai dengan yang diharapkan bahkan bisa disalah gunakan contohnya banyak WP yang sengaja tidak patuh dan kesadaran WP rendah terhadap kewajibannya sehingga membuat WP enggan membayar pajak.
Pada dasarnya semua sistem, temasuk semua sistem pemungutan pajak masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan . Namun untuk sistem Self Assesment yang saat ini dipilih oleh sistem perpajakan Indonesia menurut penulis adalah sistem pemungutan pajak yang cocok, karena dengan sistem ini wajib pajak memiliki tanggung jawab atas pajaknya sehingga wajib pajak harus memahami tentang sistem perpajakan yang berlaku dan juga manghemat waktu dalam pelaksanaanya.
Dengan dituntutnya wajib pajak mengetahui sistem perpajakan yang berlaku maka wajib pajak harus mencari informasi tentang pajak, informasi ini bisa didapatkan dengan datang ke KPP/KP2KP terdekat dan menanyakannya pada petugas pajak. Sehingga dalam pelaksanaan self assesmant ini wajib pajak tidak melakukan kesalahan yang fatal. Diharapkan dengan diterapkannya sistem ini,wajib pajak lebih merasa ikut berperan dalam hal perpajakan,dan juga wajib pajak agar lebih mentaati pajaknya disamping dengan adanya sanksi-sanksi yang bisa dikenakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.
Masalah kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang menerapkan sistem perpajakan. Berbagai penelitian telah dilakukan dan kesimpulannya adalah masalah kepatuhan dapat dilihat dari segi keuangan publik (public finance), penegakan hukum (law enforcement), struktur organisasi (organizational structure), tenaga kerja (employees), etika (code of conduct), atau gabungan dari semua segi tersebut (Andreoni et al. 1998). Dari segi keuangan publik, kalau pemerintah dapat menunjukkan kepada publik bahwa pengelolaan pajak dilakukan dengan benar dan sesuai dengan keinginan wajib pajak, maka wajib pajak cenderung untuk mematuhi aturan perpajakan. Namun sebaliknya bila pemerintah tidak dapat menunjukkan penggunaan pajak secara transparan dan akuntabilitas, maka wajib pajak tidak mau membayar pajak dengan benar.
Dari segi penegakan hukum, pemerintah harus menerapkan hukum dengan adil kepada semua orang. Apabila ada wajib pajak tidak membayar pajak, siapapun dia (termasuk para pejabat publik ataupun keluarganya) akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Dari segi struktur organisasi, tenaga kerja, dan etika, ditekankan pada masalah internal di lingkungan kantor pajak. Apabila struktur organisasinya memungkinkan kantor pajak untuk melayani wajib pajak dengan profesional, maka wajib pajak akan cenderung mematuhi berbagai aturan.
Jika kita amati, pengetahuan masyarakat tentang pajak sangat minim. Banyak diantara mereka yang tidak tahu sama sekali tentang pengertian pajak, fungsi, dan manfaatnya. Ketidaktahuan mereka karena tidak adanya informasi yang jelas dan terpogram yang disampaikan oleh pemerintah. Akibat ketidaktahuan mereka tentang informasi yang benar tentang pajak, mengakibatkan tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak menjadi rendah.
Banyaknya masyarakat yang belum begitu mengenal tentang perpajakan. terutama warga Desa yang sulit sekali untuk membayar pajak khususnya Pajak Bumi dan Bangunan. Di perdesaan, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat dilakukan melalui seorang perangkat desa yang ditunjuk tersebut untuk berkeliling desa dari rumah ke rumah untuk meminta masyarakat membayarkan Pajak Bumi dan Bangunannya. Namun, dikarenakan kurangnya pengetahuan warga masyarakat Desa yang terkait dengan pajak, membuat mereka kurang begitu paham mengenai kewajiban pembayaran pajak tersebut.
Para generasi muda di Desa pun belum banyak yang mengenal tentang perpajakan. Sebagian generasi muda hanya menerima ilmu perpajakan ketika mereka berada di bangku sekolah. Itu pun tidak semua generasi muda di Desa mendapatkan materi tentang perpajakan tersebut ketika mereka masih bersekolah.Tidak adanya pengetahuan tentang perpajakan membuat masyarakat khususnya generasi muda di Desa acuh tak acuh terhadap peran dari pajak. Padahal, seperti yang diketahui bahwa Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara (DJP Jawa Timur). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara secara garis besar ditopang oleh 3 sumber yaitu dari penjualan sumber daya alam, pinjaman (dalam negeri dan luar negeri), dan pajak. Namun saat ini penerimaan pemerintah dari sektor pajak terus ditingkatkan karena :
  1. Sumber daya alam semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui;
  2. Pinjaman/hutang menyebabkan adanya bunga yang sangat tinggi, sehingga semakin membebani rakyat dalam jangka waktu lama;
  3. Pajak mengajak peran serta rakyat untuk mandiri membiayai negaranya sendiri.
Pemerintah telah meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak. Dengan adanya suatu pendidikan dan pelatihan dapat menjadikan seseorang menjadi taat pajak, seperti halnya masyarakat di Desa Pupus.
Erly Suandy (2002 : 7) mengungkapkan bahwa pajak adalah gejala masyarakat, yang berarti bahwa pajak hanya ada di dalam masyarakat.
Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan/atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara itu. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya. Jadi dimana ada kepentingan masyarakat, di situ timbul pungutan pajak. Mungkin, masyarakat menganggap bahwa dengan pungutan pajak dapat mengurangi penghasilan atau kekayaan individu. Namun justru sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin, seperti pembayaran gaji pegawai negeri dan pengeluaran-pengeluaran pembangunan, seperti pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain. Selain itu, pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat, seperti subsidi BBM.
Peran perpajakan yang begitu penting menjadikan generasi muda sebagai generasi penerus bangsa untuk dapat membentuk suatu sistem perekonomian perpajakan yang kuat. Salah satu caranya adalah dengan adanya kesadaran dari tiap individu untuk membayar pajak. Namun, generasi muda di perDesaan bahkan belum begitu mengenal tentang perpajakan. Hal ini dapat menyebabkan suatu kesadaran untuk membayar pajak itu pun berkurang. Maka dari itu perlu di adakan program sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarat khususnya di perDesaan.
Dengan di adakan program sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarat khususnya di perDesaan diharapkan dapat memberi pengertian,pemahaman peran perpajakan yang begitu penting sehingga timbul kesadaran masyarakat membayar pajak. Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif.

Kepatuhan dalam Membayar Pajak

Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2006:110) sebagai berikut :
  1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
  2. ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
  3. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
  4. Menghitung jumlah pajak yang rutang dengan benar.
  5. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
  1. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
  2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
  3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
  4. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
  5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diadit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Sukarela Wajib Pajak

Salah satu ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi, mendekati 100 persen Seandainya dari 50 juta yang belum bayar pajak, sudah membayar kewajibannya tentu Indonesia akan lebih maju dari sekarang. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib pajak. Indikasi tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain:
  1. Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
  2. Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa.
  3. Tingginya Tax Ratio 
  4. Semakin Bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru.
  5. Rendahnya jumlah tunggakan / tagihan wajib pajak.
  6. Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah pelanggaran pemenuhan kewajiban perpajakan.
Dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak harus ditinjau terlebih dahulu ruang lingkup pembahasannya. Karena jika dibandingkan antara Wajib Pajak PPh, PPN dan PBB sangat berbeda karakter masyarakat Wajib Pajaknya. Hal ini juga dipengaruhi sistemnya dimana PBB dalam penghitungannya masih menganut sistem office assesment sedangkan yang non PBB sudah menganut self assesment.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membayar pajak antara lain :
  1. Faktor yang cukup menonjol adalah kepemimpinan, kualitas pelayanan, dan motivasi. Pemimpin harus mampu menciptakan kemudahan untuk merangsang kesadaran yang dipimpin, dalam hal ini adalah kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Pelayanan masyarakat merupakan salah satu tugas lurah desa, memberi pelayanan yang berkualitas telah menjadi obsesi yang selalu ingin dicapai. Motivasi adalah dorongan agar orang mau melakukan sesuatu dengan ikhlas dengan sebaik-baiknya. Dan kepemimpinan yang baik, pelayanan yang berkualitas dan motivasi yang baik akan dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
  2. Faktor ekonomi/tingkat pendapatan. Sekretaris Kamar Dagang dan Industri (KADIN).
Faktor ekonomi merupakan hal yang sangat fundamental dalam hal melaksanakan kewajiban. Masyarakat yang miskin akan menemukan kesulitan untuk membayar pajak. Kebanyakan mereka akan memenuhi kebutuhan hidup terlebih dahulu sebelum membayar pajak. Karenanya tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut memiliki kesadaran dan kepatuhan akan ketentuan hukum dan kewajibannya.
Faktor yang dapat menurunkan tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Antara lain:
  1. Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak co operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif tersebut.
  2. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal.
  3. Bagi Calon Wajib Pajak, Sistem Self Assessment dianggap menguntungkan, sehingga sebagian besar mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya bahkan menghindar dari kewajiban ber-NPWP. Data-data tentang dirinya selalu diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP.
  4. Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-segi positif lainnya.
  5. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.
  6. Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak

Langkah-langkah strategis untuk mewujudkan Program Sosialisasi

  • Tahap awal mekanisme Program Sosialisasi
Menjalin kerjasama kemitraan. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Kabupaten terlebih dahulu melakukan kerjasama kemitraan dengan semua perangkat desa di kabupaten tersebut. Kerjasama ini bertujuan untuk menentukan waktu di laksanakannya program sosialisasi Sedangkan perangkat desa bertanggung jawab dan bertugas memfasilitasi kegiatan Program Sosialisasi.
  • Tahap Kedua, melaksanakan program sosialisasi.
Setelah di tentukan jadwal waktu pelaksanaannya Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan perangkat desa mengadakan kegiatan sosialisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan paradigma baru masyarakat tentang pentingnya pajak, menjelaskan potensi perpajakan yang berperan pula dalam meningkatklan kesejahteraan masyarakat, menyuguhkan berbagai macam informasi dan wawasan tentang pajak.
Materi pertama dalam sosialisasi adalah proses pengenalan, dalam proses pengenalan masyarakat diberikan gambaran secara umum terkait dengan perpajakan, yang meliputi definisi pajak, kegunaan pajak bagi negara, manfaat atas pembayaran pajak oleh rakyat sebagai bentuk kontraprestasi dari pemerintah. Selanjutnya, pihak-pihak pelaksana juga memberikan informasi mengenai jenis-jenis pajak beserta tarif pajaknya dan objek pajak. Program Sosialisasi juga memberikan pemahaman yang komprehensif, bersifat praktis dan prosedural tentang pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Hal ini dikarenakan permasalahan tentang pajak yang berkaitan dengan hal tersebut sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Adapun cakupan materi yang akan disampaikan dalam Program Sosialisasi adalah sebagai berikut :
  1. Pengantar umum Perpajakan
  2. Pengertian PPN dan PPn BM
  3. Mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM
  4. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN & PPn-BM) meliputi antara lain:
    • subyek dan obyek PPN & PPn-BM,
    • pengecualian PPN & PPn-BM dan prosedur perhitungan,
    • pembayaran dan  penyetorannnya  serta praktik pengisian SPT Masa PPN dan PPNBM
  1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21,22,23,25,29 dan praktik pengisian SPT WP Badan dan Orang Pribadi
  2. Praktek SPT WP OP
  3. Praktek PPh WP Badan
  4. Praktek Pengisian SPT Masa
Program Sosialisasi memilih untuk memanfaatkan aula balai Desa sebagai tempat pelaksanaan yang digunakan untuk 2 kegiatan. (1) untuk pengajaran pengetahuan, seperti teori-teori perpajakan. (2) untuk pengajaran keterampilan, seperti keterampilan untuk mengolah pajak, khususnya dalam hal perhitungan pajak.
  • Tahap Ketiga, Simulasi perpajakan
Setelah Program Sosialisasi selesai, tim penyuluhan akan membuat aula balai desa (semula digunakan tempat pelatihan) menjadi tempat simulasi. Aula balai Desa akan ditata seperti tempat-tempat yang berkaitan dengan proses perpajakan yaitu perusahaan/lembaga tertentu seperti bank/kantor pos sebagai tempat pembayaran pajak, dan kantor pajak sebagai tempat pelaporan pajak. Peserta didik akan mencoba berperan untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait kemudian mengolahnya mulai dari menghitung pajak, menyetor, dan melaporkan pajak. Hal ini akan memberikan pengalaman tersendiri bagi masyarakat yang secara tidak langsung merasakan bagaimana proses mengolah pajak tersebut. Dengan demikian dapat menanamkan rasa peduli pajak kepada masyarakat umum.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya maka Program Sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat harus dilaksanakan oleh aparat pajak. Tentu yang diharapkan adalah
    • Masyarakat mengetahui dan lebih mengenal tentang perpajakan sehingga dapat menumbuhkan kesadaran membayar pajak dan menjadikan wajib pajak yang taat pajak.
    • Terciptanya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak
JadiProgram Sosialaisasi kepada seluruh lapisan masyarakat dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak”. Tentunya Program Sosialisasi kepada lapisan seluruh masyarakat harus diupayakan dengan melaksanakannya elemen-elemen kunci diatas serta harus diterapkan secara efektif.

Daftar Pustaka

  • Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 6 Buku 1. Jakarta : Salemba Empat 
  • Aji, aziz kusuma. 2013. Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan sebagai Strategi Peningkatan Kepatuhan dan Kesadaran Wajib Paja.(http://azizkusmaaji.blogspot.com/, di unduh pada tanggal 24 Juni 2013).
Bersungguh- sungguhlah
mencari ilmu, karena dengan ilmu
hidup jadi mudah. Dengan ilmu
pula manusia jadi mulya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hutang Luar Negeri Indonesia

Makalah Perkembangan Pemikiran Mengenai Kualitas

Analisis Jabatan