Makalah Perkembangan Pemikiran Mengenai Kualitas

MAKALAH
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
MENGENAI KUALITAS










Mata Kuliah : Total Quality Management
DOSEN PENGAMPU :
Lilik S Rahman. SE,MSM


Dibuat oleh:

  1. Abu Tholib               (12 311 099)  
  2. Desy Riskawati       (12 311 053) 
  3. Khusnul Khotima    (12 311 062) 
  4. Meylinda Aviyani      (12 311 063)



PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2014



KATA PENGANTAR


   Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dalam mata manajemen diri dengan judul Makalah Perkembangan Pemikiran Mengenai Kualitas”.
Kami memilih judul tersebut dengan maksud agar para pembaca, masyarakat umum serta mahasiswa pada khususnya agar dapat memahami dan mengetahui tentang Perkembangan Pemikiran Mengenai Kualitas.
Selanjutnya pada kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan terimakasih kepada :
  1. Lilik S Rahman. SE,MSM yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami sehingga terwujudnya makalah ini.
  2. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
      Kami sadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami mohon ma’af serta mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan makalah ini.
    Akhirnya dengan iringan do’a yang tulus ikhlas semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.


Gresik, 11 Oktober 2014



                                                                                                                                       Penulis


BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang
     Kualitas menjadi faktor utama bagi konsumen sebelum memutuskan membeli suatu produk (barang atau jasa). Produk dengan dengan kualitas baik, tahan lama, dan handal akan menjadi referensi utama bagi pelanggan ketika dia atau sahabatnya ingin memiliki produk sejenis. Brand (merek) perusahaan produsen akan meningkat dan semakin dikenal masyarakat. Sebaliknya, pengalaman seseorang membeli produk dengan mutu yang mengecewakan (disadari atau tidak) dapat menjadi ”iklan negatif” yang sangat tidak menguntungkan pihak produsen. Cepat atau lambat, produk yang berkualitas rendah akan ditinggalkan oleh konsumen.
   Yang menarik, tingkat/standar konsumen akan kualitas suatu produk telah berubah dari waktu ke waktu dengan tren yang terus meningkat, dimana konsumen semakin selektif dan kritis. Pilihan merek produsen yang banyak bisa saja menjadi salah satu penyebabnya. Ketika seorang konsumen pernah kecewa pada suatu brang tertentu, maka sangat tersedia banyak pilihan untuk beralih dan mencoba produk merek lain.
Selain harga jual yang kompetitif dan ketersediaan barang/produk ketika calon konsumen ingin membeli, maka faktor kualitas/mutu adalah hal yang sangat diperhatikan oleh setiap produsen baik yang bergerak pada industri elektronik, otomotif, makanan, layanan jasa atau industri apa saja pun. Buktinya?…Kalau kita masuk ke sebuah perusahaan (yang bergerak di bidang apa pun) akan sangat jarang ditemukan struktur organisasi tanpa bagian/departemen kualitas.
   Hampir semua perusahaan (khususnya bidang manufaktur) mempunyai bagian quality control atau quality assurance atau apa pun namanya. Bagian atau departemen ini bertanggung jawab terhadap output produk yang dihasilkan dan dijual di pasar.
   Sesungguhnya manajemen kualitas mencatat bahwa ada perubahan/evolusi yang terjadi di dunia industri di seluruh dunia yang berlangsung dari waktu ke waktu. Pada gambar di atas terlihat bahwa sistem manajemen kualitas dimulai dengan dilakukannya inspeksi (inspection) pada tahun 1920-an, yang kemudian berkembang menjadi pengendalian kualitas (quality control) tahun 1940-an.
Tidak berhenti disini, pada tahun 1970-an kita mengenal sistem penjaminan kualitas (quality assurance), yang kemudian dalam perkembangan terakhir dari sistem manajemen kualitas menjadi manajemen kualitas terpadu atau manajemen kualitas total (total quality management).

  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana perspektif terhadap kualitas?
  2. Apa saja yang terdapat dalam dimensi kualitas?
  3. Bagaimana sejarah singkat mengenai kualitas?
  4. Apa saja yang terdapat dalam sumber kualitas?
  5. Apa definisi dan pandangan terhadap biaya kualitas?
  6. Bagaimana perilaku terhadap biaya kualitas?
  7. Bagaimana pandangan terhadap jumlah kesalahan optimum?
  8. Bagaimana pengukuran terhadap kualitas?
  9. Bagaimana pemikiran beberapa pakar mengenai kualitas?

  1. Tujuan
  1. Untuk mengetahui perspektif terhadap kualitas
  2. Untuk mengetahui dimensi kualitas
  3. Untuk mengetahui sejarah singkat mengenai kualitas
  4. Untuk mengetahui sumber kualitas
  5. Untuk mengetahui definisi dan pandangan terhadap biaya kualitas
  6. Untuk mengetahui perilaku terhadap biaya kualitas
  7. Untuk mengetahui pandangan terhadap jumlah kesalahan optimum
  1. Untuk mengetahui pengukuran terhadap kualitas
  2. Untuk mengetahui pemikiran beberapa pakar mengenai kualitas

  1. Metode Penulisan
    Untuk menjawab rumusan masalah yang ada, penulis melakukan dari kajian pustaka dari berbagai sumber. Data tersebut dikumpulkan dan disusun sehingga membentuk kesatuan isi yang utuh sesuai dengan masalah yang dibahas.

  1. Sistematika Penulisan
     Dalam penulisan Makalah ini penulis mencantumkan sistematika penulisan yang terdiri dari tiga bab yaitu antara lain :

BAB I : PENDAHULUAN
Didalam bab pendahuluan ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan sacara teoris mengenai pembahasan yang berhubungan dengan materi yang dibahas secara keseluruhan.
BAB III : PENUTUP
Dalam bab ini merupakan bab terakhir yng terdiri dari beberapa kesimpulan dan saran.



BAB II
PEMBAHASAN


  1. Perspektif Terhadap Kualitas
Perspektif terhadap kualitas menurut David Garvin (dalam Lovelock, 1994) dan Ross (1993) mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
  1. Transcendental Approach, Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni music, drama, seni tari, dan seni rupa.
  2. Product-based Approach, Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
  3. User-based Approach, Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
  4. Manufacturing-based Approach, Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
  5. Value-based Approach, pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relative, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy)

  1. Dimensi Kualitas
Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk manufaktur. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
  1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti.
  2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau
    pelengkap.
  3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
  4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
  5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
  6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi;
    penanganan keluhan yang memuaskan.
  7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
  8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur, maka berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985) berhasil mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu :
  1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
  2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
  3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
  4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.
  5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

  1. Sumber Kualitas
      Paling tidak, ada lima sumber kualitas yang biasa dijumpai yaitu:
  1. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak.
  2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail.
  3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum dilepas ke pasar
  4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara baik, pekerja yang terlatih baik, dan penemuan penyimpangan secara cepat.
  5. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

  1. Definisi dan Pandangan Terhadap Biaya Kualitas.
     Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk. Jadi biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan.
Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu:
  1. Biaya pencegahan (prevention cost), untuk mencegah kerusakan produk yang
    dihasilkan.
  2. Biaya deteksi/ penilaian(detection/appraisal cost), untuk menentukan apakah produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas.
  3. Biaya kegagalan internal (internal failure cost), biaya yang terjadi karena ada ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan).
  4. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost), biaya yang terjadi karena produk atau jasa gagal memenuhi persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan kepada para pelanggan.
  1. Biaya Pencegahan
       Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan produk yang dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan, dan pemeliharaan system kualitas.
Ada beberapa macam biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pencegahan, yaitu :
  1. Teknik dan Perencanaan Kualitas
    Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan patokan rencana kualitas produk yang dihasilkan, rencana tentang kehandalan, rencana pemeriksaan, system data, dan rencana khusu dari jaminan kualitas.
  1. Tinjauan Produk Baru
    Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyiapan usulan tawaran, penilaian rancangan baru dari segi kualitas, penyiapan program percobaan dan pengujian untuk menilai penampilan produk baru dan aktivitas-aktivitas kualitas lainnya selama tahap pengembangan dan pra produksi dari rancangan produk baru.
  1. Rancangan Proses atau Produk
    Biaya-biaya yang dikeluarkan pada waktu perancangan produk atau pemilihan proses produksi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keseluruhan kualitas produk tersebut.
  1. pengendalian Proses
    Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk teknik pengendalian proses, seperti grafik pengendalian yang memantau proses pembuatan dalam usaha mencapai kualitas yang dikehendaki
  1. Pelatihan
    Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan, penyiapan, pelaksanaan, penyelenggaraan, dan pemeliharaan program latihan formal kualitas.
  1. Audit Kualitas
    Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan terhadap rencana kualitas keseluruhan.
  1. Biaya Deteksi/penilaian
      Biaya Deteksi / Penilaian biaya yg terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas. Tujuan utamanya adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses perusahaan misalnya mencegah pengeriman barang yg tidak sesuai dengan persyaratan kepada para pelanngan. Yang termasuk jenis kualitas ini antara lain adalah :
  1. Pemeriksaan dan oengujian bahan baku yg dibeli, biaya ini merupakan biaya yg dikeluarkan untuk memetijsa dan menguji kesesuaian bahan baku yg dibeli dengan kualifikadi yg tercantum dalam pesanan.
  2. Pemeriksaan dan pengujian profuk, meliputi biaya yg terjafi untuk meneliti kesesuaian hasil produk dengan standart perusahaan.
  3. Memeriksa kualitas produk, biaya untuk nalaksanakan pemeriksaan kualitas profuk dalam proses maupun produk jadi.
  4. Evaluasi persediaan, biaya yg terjadi untuk menguji produk di gudang dengan tujuan untuk mendeteksi terjadinya penurunan kualitas produk.
  1. Biaya Kegagalan Internal
      Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Costs) Yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan nonkonformasi (errors and nonconformance) yang ditemukan sebelura menyerahkan produk itu ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk sebelum pengiriman.
  1. Sisa bahan (Scrap)
    Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material, dan biasanya overhead pada produk cacat yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki kerabali. Terdapat banyak ragam nama dari jenis ini, yaitu: scrap, cacat, pemborosan,usang,dll.
  1. Pekerjaan ulang (Rework) Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk agar meinenuhi spesiflkasi yang ditentukan.
  2. Analisis Kegagalan (Failure Analysis) Biaya yang dikeluarkan untuk menganalisis kegagalan produk guna menentukan penyebab-penyebab kegagalan itu.
  3. Inspeksi Ulang dan Pengujian Ulang (Reinspection and Retesting)
    Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.
  1. Biaya Kegagalan Eksternal
     Biaya kegagalan Eksternal (External Failure Costs) Yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan nonkonformasi (errors and nonconformance) yang ditemukan setelah produk itu diserahkan ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk setelah pengiriman. biaya kegagalan eksternal terdiri atas beberapa macam biaya di antaranya adalah:
  1. Jaminan (Warranty) Biaya yang dikeluarkan untuk penggantian atau perbaikan kembali produk yang masih berada dalam masa jaminan.
  2. Penyelesaian Keluhan (Complaint Adjustment) Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang berkaitan dengan produk cacat.
  3. Produk Dikembalikan (Returned Product) Biaya-biaya yang berkaitan dengan penerimaan dan penempatan produk cacat yang dikembalikan oleh pelanggan.
  4. Allowances
    Biaya-biaya yang berkaitan dengan konsesi pada pelanggan karena produk yang berada dibawah standar kualitas yang sedang diterima oleh Informasi biaya kualitas dapat memmberikan berbagai macam manfaat, antara lain dapat digunakan untuk :
  • Mengidetifikasi peluang laba (penghematan biaya dapat meningkatkan laba)
  • Mengambil keputusan Icapital budgeting Idan berkaitan investasi lainnya.
  • Menekan biaya pembelian dan biiaya yang berkaitan dengan pemasok,
  • Mengidentifikasi pemborosan dalam aktivitas yang tidak dikehendaki para pelanggan
  • Mengidentifikasi system yang berlebihan
  • Menentukan apakah biaya-biaya kualitas leboh didistribusikan secra tepat.Penentuan tujuan dalam anggaran dan perencanaan laba
  • Mengidentifikasi masalah-masalah kualitas
  • Dijadikan sebagai alat manajemen untuk ukuran perbandingan tentang hubungan masukan-keluaran,
  • Dijadikan sebagai salah satu alat analisis Pareto untuk membedakan antara vital few dan trivial many,
  • Dijadikan sebagai sebagai alat manajemen strategic untuk mengalokasikan sumber daya dalam perumusan dan pelaksanaan strategi,
  • Dijadikan sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.
  • pelanggan atau yang tidak memenuhi spesifikasi dalam penggunaan.

  1. Pandangan terhadap Biaya Kualitas
    Dewasa ini, ada tiga kategori pandangan yang berkembang di antara para praktisi mengenai biaya kualitas:
  1. Kualitas yang makin tinggi berarti biaya yang semakin tinggi pula.
    Atribut kualitas kinerja dan karakterisitik tambahan menimbulkan biaya yang lebih besar dalam tenaga kerja, bahan baku, desain, san sumber daya ekonomis lainnya.
  1. Biaya peningkatan kualitas lebih rendah daripada penghematan yang dihasilkan.
    Pandangan ini dikemukakan pertama kali oleh Deming dan dianut olleh para pemanufaktur jepang. Penghematan dihasikan dari berkurangnya tingkat lang, produk cat, dan biaya langsung lainnya yang berkaitan dengan kerusakan.
  1. Biaya kualitas merupakan biaya yang besarnya melebihi biaya yang terjadi bila produk atau jasa dihasilkan secara benar sejak awal.Pandangan ini dianut oleh para pendukung filosofi TQM. Biaya tidak mencakup biaya langsung, tetapi juaga biaya akibat kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa pasar, an banyak biaya tersembunyi lainnya serta peluang yang hilang dan tidak teridentifikasi oleh system akuntansi biaya modern.

  1. Perilaku Biaya Kualitas
     Kualitas dapat diukur berdasarkan biayanya. Perusahaan menginginkan agar biaya kualitas turun, namun dapat mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidak-tidaknya sampai dengan titik tertentu. Bila standar kerusakan nol dapat dicapai, maka perusahaan masih harus menanggung biaya pencegahan dan penilaian/ deteksi. Menurut para pakar kualitas, suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang berjalan dengan baik, biaya kualitasnya tidak lebih besar dari 2,5% dari penjualan.
Agar standar tersebut dapat tercapai, maka perusahaan harus dapat mengidentifikasi perilaku setiap elemen biaya kualitas secara individual. Sebagian biaya kualitas bervariasi dengan penjualan, namun sebagian lainnya tidak. Agar laporan kinerja kualitas dapat bermanfaat, maka :
  1. Biaya kualitas harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap dihubungkan dengan penjualan.
  2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan kualitas dicerminkan oleh pengurangan rasio biaya variabel. Pengukuran kinerja dapat menggunakan salah satu dari dua cara sebagai berikut :
  1. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu dapat digunakan untuk menghitung penghematan biaya sesungguhnya, atau kenaikan biaya sesungguhnya.
  2. Rasio biaya yang dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga digunakan untuk mengukur kemajuan ke arah pencapaian sasaran produk.
  1. Untuk biaya tetap, penyempurnaan biaya kualitas dicerminkan oleh perubahan absolut jumlah biaya tetap.

  1. Pandangan Terhadap Jumlah Kesalahan Optimum
   Berdasarkan pendekatan tradisional biaya terendah dicapai pada level non zero defect. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi kesalahan meningkat dengan semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang apabila ada sedikit kesalahan yang dibiarkan. Sebaliknya TQM berpendapat bahwa biaya terendah dicapai pada level zero defect.
Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa meskipun kesalahan yang ada itu jumlahnya besar, tetapi hal ini tidak memerlukan lebih banyak biaya untuk memperbaiki kesalahan yang terakhir tersebut dibandingkan dengan mengoreksi kesalahan yang pertama. Oleh karena itu biaya total menurun terus sampai kesalahan terakhir diatasi. Dalam hal ini TQM berpendapat bahwa quality is free.

  1. Pengukuran Kualitas
    Kualitas dapat diukur melalui penelitian konsumen mengenai persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk atau perusahaan. Penelitian konsumen tersebut menggunakan berbagai macam metode, misalnya sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, maupun dengan survei pelanggan. Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk hamper sama dengan pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu ditentukan oleh variabel harapan dan kinerja yang dirasakan (perceived performance).

  1. Pemikiran Beberapa Pakar Kualitas
Tiga pakar utama yang merupakan pionir dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W. Edwards Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby.
  1. Edwards Deming
Banyak yang menganggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan total quality management. Tahap-tahap dalam Siklus Deming terdiri dari:
  1. Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam perencanaan produk (plan).
  2. Menghasilkan produk (do).
  3. Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (check).
  4. Memasarkan produk tersebut (act).
  5. Menganalisa bagaimana produk tersebut diterima di pasar dalam hal kualitas, biaya, dan kriteria lainnya (analyze).
Empat Belas Point Deming (Deming’s Fourteen Points)
  1. Ciptakan keajegan tujuan dalam menuju perbaikan produk dan jasa.
  2. Adopsilah falsafah baru.
  3. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk.
  4. Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran yang rendah
  5. Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa.
  6. Lembagakan on the job training.
  7. Lembagakan kepemimpinan.
  8. Hapuskan rasa takut.
  9. Hilangkan dinding pemisah antar departemen.
  10. Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenag kerja.
  11. Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran.
  12. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggaan karyawan atas keahliannya.
  13. Giatkan program pendidikan dan self-improvement.
  14. Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk
    mengerjakannya.
Deming’s Seven Deadly Diseases
Merupakan pandangan Deming terhadap faktor-faktor yang dapat merintangi
transformasi menuju bisnis berkualitas tingkat dunia, yakni:
  1. Kurangnya keajegan tujuan untuk merencanakan produk dan jasa yang memiliki pasar yang cukup untuk dapat mempertahankan perusahaan dalam bisnis dan menyediakan lapangan kerja.
  2. Penekanan pada laba jangka pendek.
  3. Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan manajemen berdasarkan sasaran tanpa menyediakan metode-metode atau sumber daya untuk mencapai sasaran tersebut.
  4. Job hopping oleh para manajer.
  5. Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak dalam pengambilan
    keputusan, hanya memberikan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak sama
    sekali terhadap apa yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
  6. Biaya medis yang terlalu berlebihan.
  7. Biaya hutang yang berlebihan, yang dikarenakan para pengacara yang bekerja berdasarkan tarif kontingensi.

  1. Joseph M. Juran
Juran yang memiliki dua gelar kesarjanaan (teknik dan hukum) ini merupakan
pendiri dari Juran Institute, Inc. di Wilton, Connecticut. Institut ini bergerak dalam
bidang pelatihan, penelitian, dan konsultasi manajemen kualitas. Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (
fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok ini mengandung lima dimensi utama yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field use.
Juran’s Three Baasic Steps to Progress
Menurut Juran, ada tiga langkah dasar sebagai langkah yang harus diambil perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia yaitu:
  1. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang dikombinasikan
    dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak
    .
  2. Mengadakan program pelatihan secara luas.
  3. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Juran’s Ten Steps to Quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran, meliputi:
  1. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk
    melakukan perbaikan
    .
  2. Menetapkan tujuan perbaikan.
  3. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  4. Menyediakan pelatihan.
  5. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
  6. Melaporkan perkembangan.
  7. Memberikan penghargaan.
  8. Mengkomunikasikan hasil-hasil.
  9. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
  10. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular
    perusahaan.
The Juran Trilogy
Merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama, yaitu:
  1. Perencanaan Kualitas.
  2. Pengendalian Kualitas.
  3. Perbaikan Kualitas.
  1. Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan, yang menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistic (acceptable quality level). Ia juga dikenal dengan Quality Vaccine dan Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement Pandangan-pandangan Crosby dirangkumnya dalam ringkasan yang ia sebut sebagai Dalildalil Manajemen Kualitas. Dalil-dalil tersebut antara lain:
  1. Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
  2. Sistem kualitas adalah pencegahan
  3. Kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus digunakan
  4. Ukuran kualitas adalah price of non conformance
Crosby’s Quality Vaccine
Terdiri atas tiga unsur, yaitu Determinasi (Determination), Pendidikan (Education), dan Pelaksanaan (Implementation). Setiap perusahaan harus diivaksinasi agar memiliki antibody untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non-conformances). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yaitu:
  1. Integritas.
  2. Sistem
  3. Komunikasi
  4. Operasi
  5. Kebijakan
Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement
Empat belas langkah untuk perbaikan kualitas menurut Crosby terdiri atas:
  1. Menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk jangka
    panjang
  2. Membentuk tim kualitas antar departemen
  3. Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial
  4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan sebagai
    alat manajemen.
  5. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada semua
    karyawan.
  6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah yang
    telah diidentifikasi.
  7. Mengadakan program zero defects.
  8. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program kualitas tersebut.
  9. Mengadakan Zero Defects Day untuk meyakinkan seluruh karyawan agar sadar
    akan adanya arah baru.
  10. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan
    tim.
  11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa
    hambatan-hambatan yang mereka hadapi dalam upaya mencapai tujuan kualitas.
  12. Mengakui/menerima para karyawan yang berpartisipasi
  13. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terus-menerus
  14. Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir.



BAB III
PENUTUP


  1. Kesimpulan
    Biaya Kualitas merupakan Biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan. Dan kualitas dapat diukur berdasarkan biayanya.
Dari beberapa pemikiran tiga pakar kualitas, ada sejumlah kesamaan yang dikemukakan oleh para pakar, yaitu :
  1. Inspeksi bukanlah jawaban atau kunci untuk melaksanakan perbaikan kualitas
  2. Keterlibatan dan kepemimpinan manajemen puncak sangat penting dan esensial dalam menciptakan komitmen dan budaya kualitas.
  3. Program kualitas membutuhkan usaha dari seluruh bagian/pihak dalam organisasi dan merupakan komitmen jangka panjang. Untuk itu dibutuhkan pula pendidikan dan pelatihan.
  4. Kualitas merupakan faktor primer, sementara scheduling merupakan faktor
    tersebut.

  1. Saran
    Sehubungan dengan hasil penulisan, kami menyampaikan beberapa saran-saran sebagai berikut:
  1. Diharapkan kepada berbagai lembaga pendidikan pada umumnya, untuk mengimplementasikan Total Quality management, dalam upaya untuk mengembangan pemikiran mengenai kualitas di Indonesia
  2. Diharapkan kepada pemerintah menggunakan wewenangnya untuk meminimalisir faktor-faktor teknis yang menyebabkan kualitas turun.


    DAFTAR PUSTAKA


  • Tjiptono, fandy. 2003. Total Quality Manajemen, Yogyakarta: Andi Offset
  • Muhammad.2012.Perkembangan pemikiran Mengenai Kualitas, (http://muhammadavven-belajardesainweb.blogspot.com, di unduh pada tanggal 11 Oktober 2014).






    Komentar

    Postingan populer dari blog ini

    Analisis Jabatan

    Laporan Observasi PT Ramayana Lestari Sentosa,Tbk (RB16) Gresik